Wisma SejahteraIncredible offer for our exclusive subscribers!Read More
38°C
17 February 2025
Profil Jemaat

Paduan Suara Maranatha: Paduan Suara Khusus Pelayanan Kedukaan

Avatar photo
  • August 28, 2024
  • 11 min read
Paduan Suara Maranatha: Paduan Suara Khusus Pelayanan Kedukaan

Pada tanggal 3 Juni 2024, Gereja Kristen Ngupasan berusia 90 tahun. Saat ini mempunyai 3 kelompok Paduan Suara, Yaitu Ps. Gloria, Ps. Syalom, Ps. Maranatha dan satu Vocal Grup Chiesa Voice. Masing – masing paduan suara ini mempunyai kekhususan. Paduan Suara Gloria dan Paduan Sura Syaloom adalah paduan suara dengan pelayanan umum, baik untuk pelayanan ibadah di gereja maupun pelayanan umum lainnya. Yang membedakan adalah Ps. Gloria keanggotaannya bersifat umum baik pria maupun wanita sedangkan Ps. Syaloom anggotanya khusus kaum wanita, dan Vocal Grup Chiesa Voice beranggotakan kaum muda.

Yang unik adalah Paduan Suara Maranatha, karena tugas utamanya adalah khusus melayani kedukaan. Apakah pada saat tutup peti, maesong, pemberangkatan jenasah ke makam atau ke krematorium, bahkan penghiburaan saat diadakan bidston dirumah duka beberapa hari / waktu setelah rangkaian pemakaman atau kremasi dilaksanakan.

Membicarakan Paduan Suara Maranatha, maka tidak dapat dilepaskan dari Komisi Urusan Kematian. Karena paduan suara ini “dilahirkan” oleh Komisi Urusan Kematian (KUK).

Komisi Urusan Kematian (dh Komisi Kedukaan) didirikan atas prakarsa beberapa orang antara lain Tjie Tek Beng, Esnawan, KRT. Wreksosantoso, Suryono (Tun Ming) juga Pdt. Jermia Widyanto.

Ide ini berawal dari pengalaman pertama yang cukup menggelitik bagi Pdt. Jermia Widyanto ketika mutasi ke GKI Ngupasan Yogyakarta dari GKI Klaten pada tahun 1974 adalah ketika Pnt. Kho Khing Kie yang saat itu menjabat sebagai Ketua Majelis GKI Ngupasan meninggal. Saat itu tidak ada ibadah penghiburan maupun tutup peti. Jadi setelah meninggal, disemayam dirumah (Toko Bata – Jl. A. Yani) kemudian dimakamkan. Pihak keluarga yang berduka sangat disibukkan dengan harus mencari peti, mengurus ke pemakaman, mencari ambulans jenasah,dlsb.

Melihat keluarga yang berduka itu sangat sibuk, kerepotan dan bingung menghadapi situasi yang mendadak karena kematian sanak saudaranya, kemudian timbul pemikiran dari orang-orang tersebut untuk dapat membantu meringankan beban keluarga yang berduka untuk membantu mengurus segala sesuatu yang berhubungan dengan kematian, mulai dari mencari peti, mengurus ibadah, merangkai bunga, mencarikan ambulans dll.

Namun jauh sebelum ada pemikiran itu, Komisi Wanita GKI Ngupasan yang dimotori oleh Ibu Ida Roosmalasari, Ibu Dwijo Laksana, Ibu Lea Sulistyawati Widyanto, bu Lamech, bu Frieda, bu Mompala, ibu Jeanne Anggraini Budi Wijaya dll telah tergerak untuk membantu menghias peti jenasah dengan bunga.

Dari sana timbul pemikiran untuk mendirikan kelompok yang dapat membantu segala hal yang berkaitan dengan urusan kedukaan. Maka didirikanlah Komisi Kedukaan, nama awal dari KUK.

Ketua KUK pertama yang kira-kira didirikan tahun 1982 adalah bp. Tjie Tek Beng dengan pengurus antara lain bp. Esnawan dan bp. KRT.Wreksosantoso, bp. Suryono (Tun Ming).

Dengan terbentuknya Komisi Kedukaan maka diikuti dengan muncullah Tim Bunga Kedukaan yang merupakan kelanjutan dari kegiatan ibu-ibu Komisi Wanita dibidang menghias peti jenasah. Sedangkan organisasi KUK disempurnakan dengan susunan ketua awal adalah : Bp. Tjie Tek Beng

Kepemimpinan Bp. Tjie Tek Beng hanya sebentar – berkisar 6 bulan, karena beliau meninggal dunia dan digantikan oleh Bp. Esnawan.

Setelah terbentuk komisi urusan kematian ini maka terpikirlah, ketika melayani kedukaan kok sepi… tidak ada paduan suaranya. Maka dibentuklah paduan suara dengan pelatih pertama adalah Pdt. Jermia Widyanto dengan anggota awal adalah dari pengurus dan anggota KUK, antara lain:

Bp. Esnawan, bp. Suryono, bp. Slamet Santoso, bp. Lamech, di kelompok pria, sedangkan kelompok wanitanya antara lain bu Ida Roosmalasari, Tante Lin, Tante Djie Liem, Tante Swan, bu Harso Pranoto. bu Edi Kentjana, bu Gan Lian Kiem, bu Min (pernah pimpinan APK), cie Gan Sioe Lan, cie Hana Jong Lay Hong, dll.
Saat itu pesertanya kebanyakan perempuan (bahkan hingga saat ini) – karena tugas utamanya adalah merangkai bunga dan setelahnya diajak ikut paduan suara saat ibadah, sehingga jika akan melayani selalu “menjawil” para bapak untuk memperkuat paduan suara.

Ketua kelompok Paduan Suara awal adalah Bp. Esnawan dengan pelatih bp.Pdt.Jermia Widyanto. Saat itu belum mempunyai nama paduan suara. Keberanian bp.Pdt. Widyanto untuk melatih paduan suara, selain karena pada saat itu belum banyak orang yang mampu dan terlibat, maka sebagai penggagas adanya paduan suara kedukaan, pengalaman beliau semenjak menjadi mahasiswa di Sekolah Tinggi Theologia Jakarta yang aktif sebagai anggota paduan suara “Biduan Sion” milik GKI Gunung Sahari (dh GKI Senen) – Jakarta, maka beliau memberanikan diri sebagai pelatih dan sekaligus dirigen.

Walaupun bp. Jermia Widyanto tidak berlatar belakang pendidikan musik atau paduan suara, namun beliau menerapkan apa yang diperoleh selama bergabung dengan Paduan Suara Biduan Sion.

Adapun metode latihan yang dilakukan dengan meniru apa yang dilatihkan di Ps. Biduan Sion (pelatih Nyoo Goei Poo, lulusan musik dari Nederland) dengan mengajarkan masing-masing per kelompok suara terlebih dahulu yaitu sopran, alto, tenor dan bas. Setelah semua menyanyi dengan benar baru dinyanyikan bersama. Belakangan diketahui bahwa metode ini benar dan lazim dilakukan disetiap paduan suara saat berlatih.

Selain melayani di kedukaan, untuk menyemangati para anggotanya, maka paduan suara ini juga melayani gereja gereja diluar kota secara keliling. Beberapa gereja di beberapa kota pernah dilayaninya, antara lain Solo, Magelang, Klaten, Cilacap, Tegal. Pada saat itu paduan suara ini belum ada namanya.
Dalam perkembangannya, paduan suara ini kemudian di lembagakan dengan nama Paduan Suara “Maranatha” kira-kira tahun 1990, dimana semula hanya beranggotakan pengurus dan anggota KUK, kemudian menjadi paduan suara yang terbuka.

Nama Maranatha (bhs Yunani) yang berarti “Tuhan kami, datanglah !” atau “Tuhan kita telah datang / akan datang” atau versi lain “Tuhan akan datang segera”, “Datanglah ya Tuhan”, Datanglah Tuhan Kami” (Wikipedia bahasa Indonesia). Pemilihan nama Ps. Maranatha ini diusulkan oleh bu Ida Roosmalasari dalam suatu pertemuan anggota yang berlangsung cukup seru.

Adalah seorang pemuda Langgeng Sumujut, aktivis pemuda di GKI Ngupasan tahun 1983 an. aktif sebagai anggota paduan suara Gravita – paduan suara pemuda di zaman itu, lulus Institut Seni Indonesia Jogjakarta (dh Akademi Musik Indonesia) tahun 1988 jurusan Seni Pertunjukan, Fakultas Kesenian, Program Study Musik – Musik Sekolah. Setamat di ISI sempat Ke Surabaya mengajar di Sekolah Tinggi Wilwatikta selama satu tahun dan kembali ke Jogja karena diterima sebagai pegawai negeri dengan satus pengajar di Sekolah Menengah Musik Negri, mengajar Program Studi Musik Sekolah – Instrumen Vocal.
Sempat kembali bergabung di paduan suara Gravita sebagai Pelatih dan prestasinya menyabet Juara ke dua pada tahun 1991 dan tahun 1993 juara pertama pada Festival Paduan Suara Gerejawi (Fesparawi) yang diselenggarakan di GKJ Sawokembar.

Karena Ps. Gravita vacuum, maka pada tahun 1995 atas ajakan dan dorongan dari ibu Ida Roosmalasari, pak Langgeng diminta untuk bergabung di Paduan Suara Maranatha sebagai pelatih, menggantikan kedudukan pdt. Jermia Widyanto sebagai “pelatih alam”.

Undangan bu Ida bak gayung bersambut. Pak Langgeng menerima ajakan bu Ida karena kecintaannya dibidang paduan suara yang tidak diragukan lagi.
Bahkan ketika diawal bergabungnya, Ps. Maranatha yang belum mempunyai keyboard, sehingga setiap pelayanan kedukaan sangat tergantung ada tidaknya keyboard ditempat kedukaan, maka dengan tidak berpikir panjang, pak Langgeng merogoh koceknya untuk membeli keyboard yang digunakan untuk berlatih dan melayani kedukaan dimana saja sehingga Ps. Maranatha tidak kesulitan lagi dalam pelayanannya.

Hal ini berlangsung cukup lama, sampai akhirnya gereja cq. KUK mampu membelikan keyboard untuk KUK. Itulah totalitas Pak Langgeng dalam melatih dan mengembangkan Ps. Maranatha yang dijalani sejak tahun 1995 hingga saat ini atau lebih kurang 29 tahun tetap setia melatih Ps. Maranatha.

Untuk organis, pak Langgeng mengajak pak Wahyu Joko Pramono, yang adalah murid beliau sejak muda hingga berkeluarga. Dan karena kesibukan pak Wahyu Joko sebagai pengajar di SLB Negeri Bantul sekaligus penulis buku kurikulum mengajar musik untuk SLB se Indonesia, maka saat ini organis Ps. Maranatha diteruskan oleh putri pak Joko yaitu Christavia Ayunda (Yunda).

Sebagai Paduan Suara yang mengkhususkan diri pada pelayanan kedukaan, maka jadwal pelayanan tidak bisa diketahui karena kematian adalah rahasia Tuhan. Sehingga ditahun awal berdirinya, jika ada kematian semua anggota yang mempunyai telepon dihubungi melalui telepon kantor gereja oleh sekretaris KUK (Ibu Hana Jong Lay Hong – pada saat itu).

Terkadang harus lembur sampai malam jika berita yang diterima siang atau sore. Selebihnya yang tidak punya telepon, akan dihubungi oleh petugas gereja langsung kerumah masing-masing. Sangat berbeda dengan saat ini, semua informasi dapat dilaksanakan melalui WA grup sehingga cepat tersampaikan.
Kendala lain, pada saat itu sangat tergantung dengan pelatih/dirigen maupun adanya organis. Dikarenakan pelatih juga masih aktif bekerja, Sehingga apabila salah satu berhalangan maka otomatis Ps. Maranatha tidak dapat melayani.

Sekalipun demikian keadaannya Bapak-Ibu yang usianya 55 tahun keatas tetap kompak, hanya saja anggotanya terbatas.
Untuk mengatasi hal tersebut, pernah dilakukan rekaman suara di Sekolah Menengah Musik Negeri (SMMN) Yogyakarta tempat dimana pak Langgeng mengajar. Tujuannya jika yang melayani kedukaan sedikit serta pemusik berhalangan maka paduan suara di back up dengan musik rekaman ini.
Namun karena banyak kendala, antara lain pada saat melakukan rekaman tingkat kehadirannya minim dan selalu bergantian maka akhirnya rekaman ini dihentikan.

Dalam perkembangannya, maka kendala ini disiasati dengan pembuatan iringan musik yang direkam melalui flashdisk, serta adanya lagu-lagu yang sudah dilatih khusus untuk pelayanan kedukaan. Sehingga ketika pelatih maupun organis berhalangan, paduan suara tetap dapat melayani dengan baik. Walaupun pastinya tidak sebaik jika ada pelatihnya. Melalui cara ini maka pelayanan Ps. Maranatha untuk kedukaan dapat terlaksana dengan baik.

Sebagai paduan suara khusus pelayanan kedukaan, maka semua anggota diwajibkan siap melayani setiap saat. Luar biasanya, komitmen anggota didalam pelayanan ini sangat tinggi. Pelayanan kedukaan yang dapat dikatakan tanpa jadwal yang pasti – kecuali untuk ibadah penghiburan setelah pemakaman / kremasi atau peringatan 1 tahun kematian yang dapat dijadwalkan, selalu diikuti diatas 15 orang anggota atau 75% dari anggota aktif.

Ketidak hadiran anggota dalam pelayanan kedukaan dapat dipastikan karena benar benar ada acara yang tidak dapat ditinggalkan. Komitment anggota yang mayoritas ibu-ibu dengan usia diatas 60 tahun – karena saat ini anggota pria yang aktif hanya 3 orang, dapat dikatakan sungguh luar biasa.

Jika diawal berdirinya Ps. Maranatha, setiap pelayanan kedukaan para anggota berkumpul di gereja, namun saat ini justru pelayanan para anggota berangkat sendiri-sendiri ke rumah kedukaan. Terkecuali pelayanan diluar kota Yogya, maka disediakan kendaraan dan berkumpul di gereja.

Penyertaan Tuhan terhadap paduan suara Maranatha sungguh luar biasa. Adalah suami istri Bp. Iwan Dhani dan ibu Andriaty, pasutri anggota jemaat GKI Pamulang yang sedang melanjutkan studi di Institut Seni Indonesia Yogyakarta Program Pascasarjana jurusan Magister Tata Kelola Seni pada tahun 2018-2020. Aktif di Ps. Maranatha tahun 2019-2021.

Entah apa yang membawa pasutri ini masuk ke Ps. Maranatha, yang jelas saat memilih beberapa aktivitas di GKI Ngupasan – untuk mengisi kegiatan, maka pilihan jatuh di ps. Maranatha, sedangkan ibu Andriaty juga merangkap sebagai guru Sekolah Minggu di GKIN.

Minimnya jumlah anggota pria karena sakit tua maupun meninggal dunia maka masuknya pasutri ini sungguh bak vitamin bagi ps.Maranatha.
Pada saat pandemi Covid19 merebak tahun 2020-2021, dimana seluruh kegiatan baik latihan maupun pelayanan dihentikan, maka pak Iwan atas talenta yang dimilikinya, mendorong ps. Maranatha untuk membuat rekaman video.

Tawaran ini disambut dengan penuh antusias oleh anggota Ps. Maranatha. Maka terkumpullah 21 orang yang sanggup mengikuti rekaman video dan tentu saja menyanyi dirumah masing-masing untuk selanjutnya hasil rekaman dirumah dikirimkan ke WA grup dan akan di mix oleh pak Iwan.
Rekaman vocal ini sangat tidak mudah dan membutuhkan kesabaran dan ketekunan yang tinggi. Oleh karena hasil setiap rekaman akan didengarkan terlebih dahulu oleh pak Langgeng.

Sebagai guru sekaligus pelatih vocal maka beliau sangat “perfect”, sangat teliti dan kritis. Setiap anggota pasti rekaman suara lebih dari satu kali bahkan ada yang hingga 18x rekaman, karena terkena “screening” pak Langgeng ataupun saat rekaman terdengar suara lain seperti suara sepeda motor, suara tokek, ayam berkokok dll. Maklum rekaman dirumah masing-masing dengan peralatan hanya hand phone saja. Banyak yang hampir putus asa dan mengundurkan diri, namun kekompakan anggota tidak perlu diragukan karena saling menyemangati dan mendorong.

Dan akhirnya pada bulan Februari 2021, setelah melalui perjuangan yang panjang, jadilah rekaman video yang pertama dengan lagu “Tuhan Pasti Sanggup”. Video ini dapat dilihat di Youtube Channel GKI Klasis Jogja.

Keberhasilan rekaman video yang pertama diikuti kemudian rekaman kedua pada bulan Oktober 2021 dengan lagu “Lingkupiku”. Ternyata rekaman video ini tidak sia-sia. Karena ditengah suasana pandemi, dimana setiap orang masih dilarang berkumpul, melalui video ini Ps. Maranatha masih bisa memberikan pelayanan kedukaan ketika diadakan ibadah penghiburan melalui zoom. Tercatat 2 kali Video ini ditayangkan dalam ibadah penghiburan melalui zoom. Juga dalam pelayanan Pemahaman Alkitab maupun Ibadah minggu yang kesemuanya dilaksanakan secara online.

Saat ini tercatat anggota aktif dalam latihan sebanyak 25 orang, hanya 3 orang pria. Dan dikarenakan secara pasti tanggal berdirinya Ps. Maranatha tidak diingat karena mengalir begitu saja ketika ada ide pembentukannya, maka setiap bulan Januari selalu ada ucapan syukur setelah melewati pelayanan 1 tahun, sebagai ganti hari jadi/ulang tahun.

Pelayanan paduan suara Maranatha tidak hanya di rumah duka saja. Semua rumah duka di Jogja telah dilayani, mulai dari rumah duka PUKY (Perkumpulan Urusan Kematian Yogyakarta), rumah duka Budi Abadi, rumah duka RS. Panti Rapih, rumah duka RS. Bethesda, Krematoriun bahkan di gedung pertemuan kalurahan atau rumah pribadi dimana jenasah disemayamkan. Karena paduan suara ini tidak memandang siapapun yang meninggal. Asal jemaat GKIN pasti dilayani.

Demikian sekelumit Perjalanan Panjang Paduan Suara Maranatha yang telah berusia lebih dari 40 tahun, paduan suara khusus pelayanan kedukaan, yang juga melayani sebagai Pemimpin Nyanyian Kebaktian (PNK), melayani pujian pada Pemberkatan Pernikahan, ucapan syukur dll.

Semangat dan terus melayani Ps. Maranatha !!!

Nara sumber : Pdt. Em WIdyanto, Hana Jong Lay Hong, Elsie Sofia Dicky, Slamet Santoso.Langgeng Sumujut, Kiem Lan, Yustina Pranowo
Bahan dikumpulkan : Endang Pudjiarini, Esther Dewiyanti, Ratna Yuni Estiningsih, Suprihatin, Djoko Prajitno Oetomo
Dirangkum : Djoko PO.

Avatar photo
About Author

GKI Ngupasan