Wisma SejahteraIncredible offer for our exclusive subscribers!Read More
38°C
17 February 2025
Teologi Konseptual

Mengenal Kepemimpinan Partisipatif dan Penerapannya

Avatar photo
  • August 28, 2024
  • 7 min read
Mengenal Kepemimpinan Partisipatif dan Penerapannya

Pengantar

Dalam sebuah komunitas untuk hidup yang lebih baik, diperlukan kepemimpinan yang baik. Demikian juga di dalam komunitas Kristen, atau gereja. Banyak sekali gaya kepemimpinan, namun dalam artikel ini, kita mendalami apa yang disebut dengan gaya kepemimpinan partisipatif. Karena kita memiliki guru dan Tuhan, Sang Pemimpin, Kepala Gereja yakni Yesus Kristus Tuhan dan Juru selamat kita, maka kita patut mengingat apa yang diteladankan dalam kepemimpinan Kristus. Hal ini tentu tidak asing bagi kita karena kita semua barangkali sudah mengenal dengan baik bagaimana Yesus memilih, memimpin murid-muridNya hingga mengutus mereka. Setelah itu kita akan menggumuli bersama bagaimana gaya kemimpinan partisipatif diterapkan dalam kehidupan jemaat.

Apa Itu Kepemimpinan Partisipatif ?

Dari berbagai tulisan yang ada, saya mendapati definisi mengenai kepemimpinan partisipatif. Kepemimpinan partisipatif itu bertumpu pada pelibatan anggota tim dalam perencanaan dan pengambilan keputusan. Gaya kepemimpinan partisipatif, memberi ruang atau tempat anggotanya, tetapi juga menciptakan lingkungan yang segar karena setiap individu merasa dihargai dan memiliki peran dalam mencapai tujuan bersama.

Setelah kita memahami arti kepemimpinan partisipatif, bagaimana dengan kepemimpinan Yesus ? Apa yang dialami para murid, mulai dari saat dipilih hingga diutus ?

Bagaimana Yesus memimpin murid-muridNya ?

Yesus adalah teladan kita, Pemimpin yang berhasil dan dapat “memanfaatkan “ ( memaksimalkan peran ) orang-orang yang dipimpin-Nya, mengarahkan dan mengubah ke hal yang lebih baik dan dapat mencapai tujuanNya. Tujuan Yesus ke dunia ini adalah untuk menyelamatkan manusia dari dosa.

Yesus mulai dengan memilih murid-murid, yakni 12 orang (Matius 10 : 1-4; Markus 3:13-19), yang memiliki karakter yang berbeda-beda, orang-orang yang biasa saja, mendidiknya, mengajarkan dengan memberi teladan dari apa yang diajarkanNya. Melalui berbagai sikap dan tanggapan atas berbagai tantangan dan masalah kehidupan, Yesus menyatakan kasih dan pelayananNya. Perjalanan Yesus ke Golgota semakin mengenalkan pada murid-murid apa yang menjadi tujuan Yesus.

Yesus menjelaskan tantangan yang mesti dihadapi dan mengingatkan bahwa untuk mengikut Yesus setiap orang harus siap untuk menyangkal diri, memikul salib dan mengikut Yesus (Lukas 14:27; Matius 10:38). Yesus menjadi pemimpin yang merekrut, melatih, membimbing murid-muridNya untuk melayani.

Yesus memberi kuasa, atau memperlengkapi murid-muridNya. Memberi kuasa, bisa berarti memberi kemampuan, kesanggupan, kekuatan, wewenang untuk menentukan suatu tindakan yang berguna dalam menunjang pelayan yakni dalam misi Allah, menyelamatkan manusia dari dosa atau kematian.

Meskipun proses pengenalan itu, melalui kegagalan dan bahkan penyangkalan namun semua tidak sia-sia, karena setelah menyerap arti kematian dan kebangkitan Yesus, murid-murid semakin tahu kemana tujuan dan misi yang diajarkan Yesus selama ini.

Sebelum Yesus naik ke Surga, Yesus mendelegasikan misi Allah pada murid-muridNya, dengan mengutus murid-muridNya seperti dalam Matius 28:19b-20. Setelah pengutusan tersebut ada janji penyertaan untuk memperlengkapi murid-muridNya melayani, seperti yang dijanjikan pada murid-murid untuk menerima Roh Kudus (Kisah Para Rasul 1:4,5,8).

Kita tahu bersama bagaimana murid-murid Yesus menerima bimbingan Yesus, hingga penuh dedikasi dan keberanian menyampaikan Injil Kerajaan Allah pada dunia. Dikatakan dalam Kisah Para Rasul 4:4 : “Tetapi di antara orang yang mendengar ajaran itu banyak yang menjadi percaya, sehingga jumlah mereka menjadi kira-kira lima ribu orang laki-laki.”

Seorang pemimpin adalah seorang yang menyertakan yang dipimpinnya dalam tujuan yang sama. Seorang yang siap mengalami perubahan ke hal yang lebih baik, siap untuk menerima ide, pendapat, pandangan dari yang dipimpinnya. Sebab sebagai pemimpin tidak ada seorang yang tidak terus sedang belajar pada Kristus, Pemimpin Agung.

Kristus melayani hingga di kayu salib. Pemimpin yang setia mengayomi, membimbing, dan mengorbankan diri hingga akhir. Kristus menyatakan : “Sudah selesai”. Setelah menyelesaikan tugas bersama, seorang pemimpin bersama dengan timnya, juga harus siap mengevaluasi dan menerima hasil evaluasi demi perbaikan apa ke depan, untuk semakin menyempurnakan dan demi bersama-sama menyadari hidup yang masih harus terus belajar.

Kepemimpinan Partisipatif Dalam Terang Kristus

Dalam kepemimpinan Yesus, Yesus sangat mengenal anggota yang dipimpinan dengan sangat baik dan dari dekat. Demikian yang diharapkan dari sisi murid-muridNya mengenal Yesus dengan baik. Yesus bertanya :”Siapakah Aku ini, menurutmu?”. Petrus menjadi satu-satunya murid yang saat itu menjawab dengan tepat : “Engkau adalah Mesias, Anak Allah yang hidup.” (Matius 16:16). Melalui kedekatan ini, 12 orang atau lebih dididik dan dilibatkan. Anggota kelompok juga terus berproses mengenal dengan baik pemimpinnya. Jadi kepemimpinan partisipatif idenya : “pemimpin mengenal dengan baik anggotanya”. Semakin besar komunitas semakin tidak mudah mengenali anggotanya. Oleh karena itu pada jemaat yang besar diperlukan pembagian kelompok – rayon – wilayah, agar semua terangkul, terangkul lebih dekat. Bagaimana dapat mempercayakan suatu tugas jika tidak saling mengenal dengan baik ?

Seperti Yesus mendelegasikan tugas dan mengutus murid-muridNya, seorang pemimpin dalam kepemimpinan partisipatif mesti dapat mempercayakan tugas kepada yang dipimpinmya, dan bahwa anggotanya yang telah dibimbing dengan baik akan mampu atau memiliki aspirasi dan ide dalam tugas bersama dan dalam mengambil keputusan bersama.
Melalui kepemimpinanNya, Yesus yang hadir dan selalu bersama murid-muridNya, semua anggota yang dipimpin diarahkan dan fokus pada membangun hubungan yang setara. Kelak kehadiran Yesus akan dilanjutkan dalam kuasa dan pimpinan Roh Kudus dalam jemaatNya.

Kepemimpinan Partisipatif

Ketika sebuah jemaat sulit untuk mendapatkan orang-orang atau anggota jemaat untuk menjadi anggota kepanitiaan, gaya kepemimpinan ini, dapat menolong kita untuk meningkatkan keterlibatan jemaat, karena kepemimpinan partisipatif memberikan anggota jemaat rasa memiliki terhadap pekerjaan mereka, yang mana dapat meningkatkan kepuasan dan rasa keterlibatan.

Kepemimpinan ini juga dapat meningkatkan kualitas pengambilan keputusan: Kita tidak pernah tahu bahwa bisa jadi setiap anggota tim memiliki saran atau ide yang lebih cocok /lebih baik terhadap masalah yang dihadapi. Sehingga, hasil ide dan saran dari anggota dapat menghadirkan solusi atas pengambilan keputusan dan pemecahan masalah yang lebih baik.

Melalui kepemimpinan partisipatif, kreativitas dan inovasi dapat ditingkatkan karena kepemimpinan partisipatif mendorong anggota jemaat untuk memunculkan berbagi ide dan pandangan mereka. Hal tersebut dapat meningkatkan kreativitas dan inovasi secara keseluruhan serta bermanfaat bagi kepercayaan diri mereka dalam jangka panjang.

Bukan hal yang tidak mungkin dengan kepemimpinan paartisipatif akan timbul perbedaan pendapat : tapi bagaimana perbedaan itu dikelola agar anggota jemaat merasa didengar dan dihargai, sehingga tidak menimbulkan perselisihan dalam berjemaat.

Melalui Kepemimpinan Partisipatif diharapkan dapat membangun hubungan tim yang lebih kuat: dengan mendorong kolaborasi dan komunikasi. Menciptakan lingkungan pelayanan yang sehat dan mampu menunjang semangat dalam pelayanan.

Perlunya kesabaran dalam Kepemimpinan partisipatif : karena ada proses pelibatan seluruh anggota tim, maka bisa dibutuhkan waktu lebih lama dalam mengambil keputusan . Untuk itu setiap pemimpin mesti lebih menyadari dan memerlukan kesabaran agar setiap tahapan proses terjadi dengan baik, dengan rapi dan tidak ada yang merasa ditinggalkan.

Penerapan Kepemimpinan Partisipatif di Jemaat

Di sebuah jemaat terdapat 7 acara rutin tahunan, 3 diantaranya peringatan natal, paskah dan bulan keluarga. Pembentukan 7 kepanitiaan dilakukan setiap bulan Maret.
Masing-masing calon anggota panitia ditanya kesediaannya dan diberi rancangan kepanitiaan. Pengelompokan seksi dekorasi, dokumentasi, acara, diperlukan agar mereka merasa tidak bekerja sendiri. Semua anggota 7 panitia diberi penjelasan mengenai 7 kegiatan tahunan.
Penjelasan kegiatan tiap acara gerejawi disampaikan mengenai : Latar belakang, makna penghayatan tiap peristiwa gerejawi, tujuan dan harapan melalui kegiatan gerejawi yang akan dikerjakan oleh setiap panitia, serta kapan dimulainya persiapan dan batasan waktu pelaporan pertanggungjawaban dan evaluasi kegiatan.
Nama-nama yang akan menjadi panitia telah dikelompokkan sesuai keahlian atau minatnya. Misalnya ada 14 orang yang bisa merancang acara, dikelompokkan dan dibuat pertemuan antar sie acara tersebut agar mereka bisa berdiskusi ide dan terbuka menyampaikan keterpanggilan mereka untuk mengerjakan kepanitiaan apa.

Pemimpin dalam hal ini, tidak bisa tidak mesti mengenal siapa yang didudukan dalam tiap kepanitiaan. Pemimpin membangun komunikasi pemimpin dan anggota tiap kepanitiaan, dan turut mendampingi, agar dapat menolong jika ada kesulitan. Namun selalu menjaga agar lebih banyak memberi ruang kepada anggota tiap panitia untuk berpartisipasi.

Jelas bahwa dalam gaya kepemimpinan ini dibutuhkan komunikasi yang baik dan terarah. Bagaimana pemimpin menjabarkan arah setiap kegiatan, evaluasi tahun sebelumnya perlu yakin bahwa telah disampaikan dengan baik.

Setelah mendelegasikan, pemimoin mendoakan dan memberi keleluasaan, agar tiap anggota memunculkan ide , mewujudkan yang terbaik, sesuai makna tiap kegiatan diadakan.

Penutup

Kepemimpinan partisipatif yang Yesus teladankan, mengundang kita untuk rendah hati karena kita diajar untuk memberi tempat atau ruang pada setiap anggota. Kita juga diundang untuk saling menghormati dan menghargai keberagaman, sekaligus menghayati bahwa kita tidak bisa bekerja sendiri. Kiranya melalui kepemimpinan partisipatif, kita mewujudkan suasana pelayanan yang menyukacitakan di tengah jemaat.

Avatar photo
About Author

Pdt. Paulus Kristian Mulyono