Wisma SejahteraIncredible offer for our exclusive subscribers!Read More
38°C
17 February 2025
Profil

Melayani Tuhan Tanpa Ada Batasan Tembok Penghalang Apapun

Avatar photo
  • September 23, 2023
  • 7 min read
Melayani Tuhan Tanpa Ada Batasan Tembok Penghalang Apapun

Sungguh senang dapat menyapa anda semua melalui tulisan ini. Lebih baik memperkenalkan diri terlebih dahulu, saya Agatha Kharis Wibisono Putra. Saya dikaruniai seorang istri yang cantik bernama Elizabeth Nathania T.S, seorang anak bersama Sean Jayden Wibisono yang lahir pada bulan Mei 2022, dan sebuah jemaat yang menarik di GKI Adisucipto Yogyakarta. Asal saya dari Semarang, dengan jemaat GKI Peterongan.

Kehidupan kependetaan sebetulnya bukan kehidupan yang “asing”. Saya terlahir sebagai anak pendeta, anak pertama dari dua bersaudara. Sejak kecil gereja sudah seakan menjadi rumah kedua saya. Bagaimana tidak, sejak masa kanak-kanak saya sering ikut orang tua ke gereja, entah itu ikut “melatih” paduan suara (walaupun suara masih tetap pas-pasan sampai sekarang ini), atau ikut orang tua dalam menjadi pembicara retreat. Bahkan pernah suatu kali saya menangis tersedu-sedu karena tertinggal ibu saya, yang harus segera berangkat menuju tempat retreat akibat saya bangun kesiangan.

Pada waktu saya masih TK (atau SD), ketika banyak orang berbasa basi bertanya citacitanya apa, saya dengan lantang menjawab: PENDETA!! Rupanya keinginan masa kecil itu bertahan hingga SMA, sekalipun dengan penghayatan dan pemaknaan yang berbeda. Sepanjang kuliah, dinamika pergumulan juga silih berganti, sampai pada puncaknya pada waktu penulisan skripsi, sayapun sempat terhenti dan tertunda untuk menyelesaikan skripsi. Momen itu adalah momen terendah saya sampai saat saya menulis tulisan ini. Dalam keheningan, kesedihan dan kesendirian saya hanya memutar lagu-lagu rohani untuk menemani tidur saya. Sampai suatu ketika saya melakukan perjalanan dari Semarang menuju Jogja menggunakan motor, saya mengalami pecah ban akibat terkena batu yang tajam. Saya terlempar dari motor karena kecepatan pada waktu itu cukup tinggi. Puji Tuhan sekalipun jatuh dari kecepatan tinggi, sekalipun membuat helm full face saya retak, saya masih dijaga dan dilindungi Tuhan.

Pada waktu itu, Tuhan seakan berbicara kepada saya, dan mengatakan, “Bangkit!! Kalau kamu sudah ngga terpakai, Aku bisa saja memanggilmu.” Titik itu adalah awal yang membuat saya kembali berdiri. Titik itu juga yang membuat saya dapat melangkah kembali untuk berjalan. Kasih itulah yang menarik saya keluar dari lembah kekelaman. Singkat cerita dengan kacamata yang baru saya melanjutkan kehidupan yang sama. Pada akhirnya saya lulus dari Universitas Kristen Duta Wacana pada bulan Februari tahun 2017. Setelah kelulusan, babak baru kehidupan saya dimulai. Saat itu saya bersyukur sekali bisa diminta oleh jemaat tempat saya bertumbuh, GKI Peterongan, untuk dapat membantu pelayanan di sana sembari menunggu proses bina kader, belajar bersama dan praktek jemaat. Setelah belajar di GKI Peterongan saya berlanjut praktek di GKI Buaran selama empat bulan sebelum mengikuti proses bina kader 2. Tepat sebelum memasuki masa penempatan, sayapun diberi kepercayaan untuk belajar di GKI Kranggan pada tahun 2018 selama empat bulan dan sempat melanjutkan pelayanan di sana sambil menunggu proses penempatan.

Sepanjang proses belajar di jemaat, panggilan untuk pelayanan masih terus saya coba responi dan perbarui. Sampai akhirnya Tuhan menempatkan saya untuk bertumbuh bersama sebuah jemaat baru. Melalui Sinode GKI, Tuhan menempatkan saya untuk melayani di basis Jemaat GKI Adisucipto, Yogyakarta. Awal ketika mendengar kabar inipun saya sejujurnya tidak ingat bahwa di Yogya sendiri ada jemaat bernama GKI Adisucipto. Rupanya memang benar bahwa ini adalah jemaat baru, jemaat yang benar-benar baru dewasa pada 1 Agustus 2018. Sedangkan saya mulai masuk untuk bantuan pelayanan pada bulan Desember 2018. Setelah berproses, pada tahun 2019 saya dipenatuakan dan sampai pada 10 November 2021 akhirnya Tuhan melayakkan saya untuk dipanggil dengan panggilan pendeta.

GKI Adisucipto merupakan jemaat baru yang relatif unik. Memang betul bahwa setiap jemaat pasti memiliki keunikan sendiri-sendiri. GKI Adisucipto adalah tipikal jemaat dengan banyak keluarga muda, kaum urban, dan banyak juga orang yang berasal dari jemaat atau bahkan gereja lain yang turut mewarnai. Ada banyak hal yang sebetulnya membuat saya bertanya,

“Tuhan, mengapa engkau menempatkan saya di jemaat ini? Apakah tepat saya di tempat ini?”

Pertanyaan itu saya lontarkan karena sebagai jemaat baru, tentu tidak ada sosok pendeta lain yang berdiam di jemaat ini. Pendeta konsulen memang ada, akan tetapi rasanya pendeta konsulen tetaplah berbeda dengan pendeta yang secara penuh waktu melayani suatu jemaat. Mengingat saya sendiri lahir di jemaat yang relatif besar dengan pendeta yang melayani minimal empat orang. Mereka memiliki bidang pelayanan masing-masing yang sebetulnya dapat saling melengkapi. Ditambah sepanjang praktek di gereja, saya ditempatkan di gereja yang relatif besar dengan pendeta minimal dua orang. Oleh karena itulah saya merasa bahwa tempat saya melayani ini adalah tempat baru yang saya tidak pernah bayangkan sebelumnya.

Di sisi lain, saya sendiri adalah orang yang tipikalnya lebih suka jika bekerja di balik layar. Sebetulnya bukan orang yang biasa berdiri di depan. Jadi, penempatan ini adalah tantangan yang luar biasa dan saya sempat tidak mengerti maksud Tuhan apa. Saya dipaksa untuk dapat berdiri di depan sendirian. Puji Tuhan yang terjadi adalah saya tidak sendirian karena ada penatua-penatua dan rekan-rekan pelayanan yang luar biasa yang sudah Tuhan tempatkan untuk dapat sama-sama bertumbuh, serta tentu saja Tuhan sendiri yang menjadi Kepala Gereja.

Menjadi pendeta pertama, pendeta tunggal kata banyak orang adalah satu hal yang menyenangkan. Betul menyenangkan, dan bukankah setiap jemaat juga menyenangkan? Tergantung bagaimana kita memandang tantangan yang ada di depan kita. Setelah beberapa waktu di sini, saya menemukan bahwa justru di tempat inilah saya diproses dan saya merasa banyak perubahan yang baik. Menjadi pendeta mau tidak mau, suka tidak suka harus dapat berdiri di depan dan di belakang layar sekaligus. Ia harus memiliki kemampuan untuk menarik jemaat dan di saat yang bersamaan harus memiliki kerendahan hati dapat mendorong tanpa terlihat oleh banyak orang apa yang sedang dikerjakannya. Unik!

Sangat bersyukur GKI Adisucipto sudah mendapatkan Ijin Mendirikan Bangunan (IMB) pendirian gedung gereja dan perubahan gedung, sehingga dalam tempo yang tidak panjang harus melakukan pembangunan. Tahun 2022 setelah setahun pembangunan, gedung baru GKI Adisucipto sudah selesai dikerjakan. Puji Tuhan banyak pelayan-pelayan Tuhan yang ikut andil dalam pembangunan ini baik dalam bentuk dana maupun doa. Oleh karena gedung GKI Adisucipto baru, majelis jemaat ingin gedung ini dapat digunakan seluas-luasnya dan dapat menjadi berkat bagi banyak orang.

Tema kami pada tahun 2023 ini adalah Keep Growing Together yang artinya Tetaplah bertumbuh bersama. Melalui tema ini ada tiga sasaran:

  1. Mengalami Kristus
  2. Gereja Rumah Bersama
  3. Melayani Tanpa Batasan

Dengan tema dan tujuan di atas, disatukan bersama visi GKI: “GKI menjadi mitra Allah yang melaksanakan karya keselamatan dengan mewujudkan keadilan dan damai sejahtera di dunia”, terbentuklah sebuah salib yang berangkat dari penghayatan serta simbol yang merangkum tujuan kami.

Ini juga menjadi salah satu yang unik dari GKI Adisucipto dengan Salib yang dipasang di gedung ibadah kami tidaklah tegak lurus seperti pada umumnya. Salib kami berbentuk asimetris, tampak tidak sempurna. Tetapi melalui salib ini kami ingin mengajak umat yang menghadiri ibadah dan mengajak jemaat untuk melihat bahwa seperti itulah kita, manusia. Tidak simetris, tidak sempurna, tetapi Allah tetap memakai manusia untuk dapat berkarya, bekerja dan berbuah bagi kemuliaan- Nya. Bukankah sama seperti Allah juga memakai hukuman salib, hukuman paling hina paling buruk yang pernah ada untuk dijadikan karya yang indah, sempurna, yaitu penebusan dosa dan penyelamatan umat manusia?

Kiranya setiap dari kita dapat menyadari bahwa manusia adalah makhluk yang rapuh. akan tetapi pada saat yang bersamaan manusia adalah makhluk yang diciptakan untuk dikasihi Allah. Sehingga dalam setiap ketidaksempurnaan kita, di setiap kebebalan kita, Allah tetap memakai hidup kita untuk menjadi penyalur berkat kasih Allah. Hanya saja, dikembalikan ke diri kita sendiri, maukah kita dipakai oleh Tuhan? Maukah kita berproses bersama Tuhan dan melihat dari sudut kacamata Allah? Ingatlah, Allah tetap setia berada di sisi kita dan selalu menyertai tiap langkah kita. Kesakitan, amarah, luka dalam hidup kitalah yang seringkali menutup mata kita untuk melihat keberadaan Allah dalam hidup kita.

Secara pribadi, saya berharap GKI dapat terus bertumbuh berkarya bagi Kristus sekalipun masih banyak kekurangannya. GKI dapat menjadi rumah bersama bagi banyak orang sehingga mereka dapat merasakan kasih Tuhan yang besar. Saya juga berharap GKI dapat melayani Tuhan tanpa ada batasan tembok penghalang apapun. Tuhan memberkati.

Avatar photo
About Author

Pdt. Agatha Kharis Wibisono Putra