Wisma SejahteraIncredible offer for our exclusive subscribers!Read More
38°C
17 February 2025
Tak Berkategori

Peduli Lingkungan Hidup

Avatar photo
  • September 24, 2023
  • 5 min read
Peduli Lingkungan Hidup

Aku tinggal di sebuah lingkungan perumahan yang ‘adem ayem’ saling menghormati walaupun beberapa tetangga ber ‘home industry’ tetapi tahu diri untuk tidak saling mengganggu pancaindra baik bising suara, bau yang mengganggu penciuman maupun pencemaran yang membuat pedih mata, terlebih lagi membuat kurang tidur malam karena hati gundah marah sampai kepala pusing.

Masalah Lingkungan Hidup

Suatu kali datang tetangga baru yang tidak memperkenalkan diri pada tetangga kanan kiri apalagi tetangga se lingkungan RT. Tetangga yang pengusaha makanan olahan daging ayam yang menyebabkan terjadinya pencemaran selokan kecil yang air tidak lancar dan yang jauh dari kali besar.

Air selokan yang alirannya lambat berwarna kuning pekat dan berbau ‘bacin’. Pendatang ini sudah berusaha menyiram limbah cucian itu dari selokan depan rumahnya tetapi karena memang air selokan tidak lancar, akibatnya ‘dia’ hanya mengalihkan kotoran itu ke depan rumah tetangga, di seberang rumahku.

Aku Peduli Lingkungan

Ketika seorang tetangga membakar sampah dan membiarkannya terus berasap, aku menegur dengan memberi alasan baunya masuk ke dalam rumahku dan cucian yang dijemurpun berbau asap, lebih lagi aku mengedukasi bahwa asap bakaran itu mengandung banyak racun yang mengganggu pernafasan/kerja paru-paru. Kini sudah tidak lagi sesering awal dan akhir dari pembakaran kubantu memadamkan dengan air dan dia mengikutinya juga.

Suatu kali tetangga yang lain, ‘dog lovers’ membiarkan anjingnya ‘teriak-teriak’ setiap malam sampai dini hari. Tidurku terganggu dan suatu kali di dini hari itu aku kontak telpon rumahnya tanpa menyebutkan identitasku dengan tujuan agar nanti kalau bertemu di jalan dia tidak menjadi sungkan atau memusuhiku. Tak kusangka dia ‘galak’ bertanya: “Iki sopo?” Lugas kusebut namaku dan alamat rumahku walau sebetulnya kami sudah saling mengenal. Tak disangka hubungan kami menjadi semakin baik dan dia menghormatiku karena keterbukaanku menyebutkan diri. Dia tetap ‘dog lovers’ tetapi sudah pilih yang bisa di didik untuk jangan membuat bising telinga, menggonggong tanpa sebab.

Solusi yang Alot

Kembali pada tetangga baru yang pengusaha olahan daging ayam. Aku sudah lansia, gaya komunikasiku pun semakin bijak (wkwkwk), padahal yang benar aku kuatir terjadi konfrontasi dan takut pada ‘siapa’ di balik dia.

  • Aku datangi beberapa kali karyawannya yang bekerja, kusampaikan bahwa aku terganggu dengan bau ‘bacin’ dari usaha majikanmu – tolong sampaikan. Bergeming!
  • Aku buat surat ‘mohon bantuan’ langsung ke pemilik lewat karyawan. Bergeming!
  • Aku sampaikan keluhan ke Ka-RT. Bergeming!
  • Aku sampaikan keluhan ke Ka-Kelurahan. Bergeming!
  • Aku buat surat ‘mohon bantuan’ ke Ka-RT, Ka- RW, Ka-Kelurahan, Ka- Kecamatan. Bergeming!

Aku semakin was-was: ‘siapa’ di balik pengusaha muda ini?

Beberapa tetangga muda yang kuwakili mulai akan bergerak ‘liar’: selokan akan dicor. Aku tetap berpura-pura bijak padahal detak jantungku berdegup keras: “Jangan, nanti malah kita yang diperkarakan.”

Berbulan-bulan, saat malam hari hingga dini secara berkala aku menikmati kegelisahan, kemarahan yang tak tersalurkan, pikiranku setuju dengan rencana tindakkan tetangga muda yang akan bertindak ‘liar’, tapi aku takut pada ‘siapa’ dan takut berkonfrontasi. Sulit tidur, gelisah, kepala berdenyut seirama dengan desiran darah yang dipompa oleh jantungku, rasanya sama seperti saat anjing tetangga gonggong di dini hari.

Sapa Mbak Ita

SAPA mbak ITA adalah sebuah aplikasi untuk perbaikan kota Semarang.

  • Satu kali, aplikasi membalas laporanku dengan ‘selesai’ tapi menurutku belum ada perubahan.
  • Dua kali, aplikasi membalas laporanku dengan ‘selesai’ tapi menurutku belum ada perubahan juga.
  • Yang ketiga di pagi hari jam 08.00 WIB, aku bertanya lewat aplikasi: “Sapa mbak Ita, bagaimana caranya saya bisa bertatap muka dengan mbak Ita (saat itu pejabat Walikota, saat ini Wali Kota Semarang)”

Tak disangka sekitar jam 10.00 WIB hari itu juga Ka- RT, Ka-Kelurahan, Babinsa, Babinkamtibmas, Ka- Departemen Lingkungan Hidup sampel air selokan. Dan kali ini pelapor lewat aplikasi Sapa mbak Ita sudah bukan lagi anonim karena aku dipanggil langsung sebagai pelapor (jikapun tidak dipanggil langsung, semua yang terlibat sudah tahu kalau aku yang membuat laporan karena aku yang paling rewel).

Dua, tiga Minggu yang dijanjikan oleh DLH ternyata ‘mblero’, aku semakin ‘ngeri’ sebenarnya ‘siapa’ di balik pengusaha ini, kok sampai bergeming dan para pejabat yang hadir saat itupun seperti tak berkutik.

Perjuangan Tiada Akhir

Aku mendapat nomor kontak pengusaha muda yang tidak pro lingkungan hidup, yang tidak bertata karma sebagai tetangga, yang tidak tepo seliro, yang egois – demikian cap yang kuberikan sebagai pernyataan kemarahan yang kutahan atas diriku sendiri dan menahan kemarahan tetangga muda yang kuredam.

Kusapa dia satu kali setiap hari, seperti minum obat dosis tinggi: “Halo pak, salam sehat buatmu
dan juga buat kami.” Begeming!

“Halo pak, tolong ajak istri dan anak-anakmu ke sini untuk menikmati nikmatnya bau yang
kau buat.” Bergeming!

“Halo pak, bagaimana kalau bapak menempatkan diri sebagai saya, mencium bau ‘bacin’ setiap hari.”

Bergeming? Leleh juga kerasnya hati dengan obat dosis tinggi, dia datang bersama ‘kongsiannya’ dan seseorang yang mungkin adalah ‘siapa’ yang hadir tanpa bicara, merunduk tak pernah bertatap mata, tapi aku tak boleh meremehkan ‘siapa’.

Perjuangan itu akhirnya berbuahkan hasil setelah sekitar tujuh bulan, saat ini ‘home industry’ itu sedang berbenah ke tempat lain dan akan balik lagi setelah memperbaiki pengolahan limbah di lingkunganku saat ini.

Pesanku: “Kamu salah lokasi, ini perumahan bukan lingkungan industri. Saya usulkan untuk pindah lokasi industri. Kalaupun nanti kamu berbenah dan tetap mengganggu, saya akan tetap melakukan komplain.”

Di Sana Ada Hikmat

Dalam suasana seperti di atas, Tuhan ada di mulutku, ada di hatiku, ada di tindakkanku. Aku boleh mengedukasi tetanggatetangga mudaku untuk berjalan tidak di jalur ‘liar’. Aku boleh berlatih sabar sampai hari ini walau orang-orang yang kutuakan memicuku untuk ikut bertindak liar dan menimbulkan praduga negatif terhadap mereka. Dan kalau hikmat yang kudapat masih dianggap belum cukup oleh Tuhan barangkali akan ada lanjutannya, terserah Tuhan untuk kebaikanku.

Tindakanku mencintai Lingkungan Hidup dipandang sebagai orang yang rewel, tetapi semangat lansiaku tetap berkobar.

Teruslah berbuat baik

Semoga menginspirasi pembaca dalam memperjuangkan kepedulian pada lingkungan hidup!

Avatar photo
About Author

Simon Nugroho Hadikusuma