Wisma SejahteraIncredible offer for our exclusive subscribers!Read More
38°C
17 February 2025
Teologi Konseptual

Membersihkan dengan Kesadaran: Peran Keluarga Kristen Pada Pemeliharaan Lingkungan dengan Membuat Eco-Enzyme di Rumah

Avatar photo
  • December 1, 2023
  • 8 min read
Membersihkan dengan Kesadaran: Peran Keluarga Kristen Pada Pemeliharaan Lingkungan dengan Membuat Eco-Enzyme di Rumah

Menurut catatan World Population Review, sampah plastik di laut Indonesia mencapai 56 ribu ton pada 20211.

Indonesia peringkat ke-5 negara penyumbang sampah plastik ke laut

Di atas Indonesia ada China dengan kontribusi terhadap sampah plastik mencapai 70 ribu ton. Namun Indonesia ternyata pernah menduduki peringkat kedua teratas pada tahun 2015 menurut survey yang dilakukan oleh Dr. Jenna Jambeck dari Universitas Georgia2. Data ini dihimpun mulai tahun 2010 hingga 2015. Penelitian ini menunjukkan betapa banyak sampah yang kita hasilkan dari aktivitas sehari-hari, juga menunjukkan buruknya pengelolaan sampah di Indonesia.

Menurut data Sistem Informasi Pengelolaan Sampah Nasional (SIPSN) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Indonesia menghasilkan 19,45 juta ton timbulan sampah sepanjang 20223.

Dari jumlah tersebut, mayoritas atau 39,63% diantaranya berasal dari timbulan sampah rumah tangga.

Berdasarkan jenisnya, mayoritas timbulan sampah nasional berupa sampah sisa makanan dengan proporsi 41,55%. Diikuti sampah plastik dengan proporsi 18,55%.

Sayangnya hanya 7.5% dari total sampah yang dihasilkan (organik & anorganik) yang diolah. Sisanya ditimbun, dibakar dan 69% dikirim ke TPA.

Sampah organik yang menumpuk di TPA memiliki dampak buruk bagi lingkungan dan kesehatan masyarakat yang tinggal di sekitarnya.

Dengan mengurangi jumlah sampah yang terbuang berarti kita juga mengurangi produksi gas metana yang dihasilkan dari pembusukan sampah. Gas metana merupakan salah satu gas penyusun Gas Rumah Kaca yang dapat memerangkap panas lebih daripada karbon dioksida4. Peningkatan Gas Rumah Kaca inilah yang menyebabkan Pemanasan Global dan kemudian menjadi Perubahan Iklim.

Semua ini adalah dampak atau limbah yang dihasilkan karena aktivitas atau kegiatan kita sehari-hari. Apakah kita menyadarinya selama ini?

Panggilan Keluarga Kristen untuk Merawat Lingkungan

Sebagai orang Kristen yang mempercayai Tuhanlah yang menciptakan bumi dan seluruh isinya, kita memiliki tanggung jawab untuk menjaga dan merawat lingkungan. GKI juga menekankan pemeliharaan Keutuhan Ciptaan dalam Konvesi GKI. Salah satu cara praktis yang dapat dilakukan oleh keluarga Kristen dalam melestarikan lingkungan adalah dengan membuat Eco-enzyme. Eco-enzyme adalah suatu produk ramah lingkungan yang sangat bermanfaat bagi kehidupan kita namun mudah dibuat sendiri5. Eco-enzyme hanya membutuhkan air, udara, gula sebagai sumber karbon dan bahan-bahan organik seperti sisa-sisa buah. Membuat Ecoenzyme sendiri di rumah bisa mengurangi penggunaan bahan kimia berbahaya dan mengurangi dampak negatif terhadap lingkungan6.

Kemajuan teknologi memungkinkan manusia untuk menciptakan banyak hal yang memudahkan hidup: listrik, alat transportasi, alat telekomunikasi sampai barang-barang kebutuhan sehari-hari. Namun banyak dari penemuan manusia ternyata memiliki dampak buruk bagi lingkungan. Pembangkit listrik dan alat transportasi membuang karbondioksida ke udara, banyak pabrik yang dibangun untuk memproduksi barang-barang kebutuhan sehari-hari yang memicu terjadinya pencemaran udara dan air. Juga permasalahan sampah yang sudah kita bahas di awal tadi. Mengapa bisa terjadi seperti ini?

Kita dimanjakan dengan kemudahan-kemudahan namun lupa bahwa aktivitas kita berdampak buruk bagi lingkungan, bagi sesama ciptaan. Kita sibuk dengan diri kita, memenuhi kebutuhan hidup, mengejar kenyamanan hidup sehingga lupa bahwa ada panggilan memelihara keutuhan ciptaan yang Tuhan sudah berikan.

Gereja pun minim membahas topik tentang lingkungan melalui khotbah dan pesan dari mimbar, padahal lingkungan merupakan tempat penting bagi kelangsungan hidup umat dan makhluk lain. Gereja terlalu menekankan konsep keselamatan yang hanya memperhatikan aspek keselamatan jiwa saja. Padahal, keselamatan seharusnya dipandang secara utuh dan holistik. Sunarko dan A. Eddy Kristiyanto menuliskan “sikap kita kepada bumi bergantung kepada sikap kita kepada Tuhan yang menciptakan bumi”7. Pendapat tersebut mengungkapkan bahwa teologi tidak hanya membicarakan Tuhan saja, melainkan harus muncul dalam tindakan seharihari kepada alam ciptaan Allah.

“TUHAN Allah mengambil manusia itu dan menempatkannya di Taman Eden untuk mengerjakan dan memelihara taman itu.” – Kejadian 2:15 (TB2)

Bagian Alkitab ini mengajarkan kita pentingnya penatalayanan dan merawat Bumi. TUHAN Allah memerintahkan Adam untuk “mengerjakan dan memelihara” Taman Eden, menekankan tanggung jawab kita untuk merawat lingkungan.

Ada banyak hal yang bisa kita kerjakan untuk merawat lingkungan, ada cara-cara yang bisa kita lakukan secara mandiri dalam hidup keseharian, namun bisa juga kita terlibat dalam upaya yang berskala lebih besar seperti berdonasi dalam penanaman pohon, atau upaya lain yang bersifat global. Salah satu cara sederhana yang bisa kita lakukan di rumah adalah dengan membuat Eco-enzyme.

Apa Itu Eco-enzyme?

Eco-enzyme atau bisa juga disebut “Garbage Enzyme” merupakan larutan zat organik kompleks yang diproduksi dari proses fermentasi sisa organik, gula dan air. Eco-enzyme pertama kali ditemukan dan dikembangkan di Thailand oleh Dr. Rosukan Poompanvong yang telah aktif melakukan riset tentang enzim selama lebih dari 30 tahun. Beliau menerima penghargaan dari FAO PBB atas penemuannya tersebut. Dr. Joean Oon, Director of the Center for Naturopathy and Protection in Penang (Malaysia), kemudian membantu untuk menyebarluaskan segudang manfaat dari Eco-enzyme ini.

Proses fermentasi yang terjadi menghasilkan alkohol, asam asetat dan berbagai nutrisi yang terkandung dalam residu sayuran dan buah. Dengan demikian Eco-enzyme memiliki banyak sekali manfaat yang bisa digunakan dalam kegiatan rumah tangga sehari-hari mulai sebagai pengganti pembersih dan pestisida bahan kimia hingga dapat digunakan sebagai penyubur tanaman9. Dengan menggunakan limbah dapur, maka rumah tangga dapat berkontribusi pada pelestarian lingkungan karena mengurangi jumlah sampah yang terbuang ke TPA dan mengurangi limbah kemasan produk pembersih rumah tangga.

Beberapa manfaat Eco-enzyme:

  1. Sebagai Cairan Pembersih Serbaguna
    Eco-enzyme bisa menggantikan berbagai cairan pembersih kimia yang biasa kita gunakan saat ini. Ketika diencerkan dengan air, Eco-enzyme bisa digunakan untuk membersihkan seluruh rumah, mencuci baju bahkan mencuci sayur dan buah.
  2. Pupuk Tanaman
    Eco-enzyme juga berguna untuk menyuburkan tanah dan tanaman, menghilangkan hama dan meningkatkan kualitas dan rasa buah dan sayuran kita. Campurkan 30 ml Eco-enzyme ke dalam 2 liter air, masukkan ke dalam botol semprot dan gunakan pada tanaman/ tanah. Sebaiknya tidak menggunakan Eco-enzyme tanpa diencerkan (100%) karena bisa membuat tanah menjadi asam dan merusak tanaman anda.
  3. Pengusir Hama
    Eco-enzyme bisa digunakan untuk mengusir hama pada tanaman bahkan hama atau hewan mengganggu di sekitar rumah seperti kecoa, semut, nyamuk, lalat dan serangga lainnya. Caranya campurkan 15 ml Eco-enzyme ke dalam 500 ml air dan gunakan ke area yang anda inginkan bebas hama.
  4. Melestarikan Lingkungan Sekitar
    Dr. Joean Oon mengklaim bahwa 1 liter larutan Eco-enzyme mampu membersihkan hingga 1000 liter air sungai yang tercemar. Selain itu dengan menggunakan Eco-enzyme kita berhenti melepaskan berbagai senyawa kimia seperti fosfat, nitrat, amonia, klorin dan senyawa lain yang terkandung dalam produk-produk pembersih dan pupuk kimia yang beredar di pasaran saat ini. Dengan demikian kita menghentikan potensi pencemaran udara, tanah, air tanah, sungai dan laut.
  5. Menghemat Uang
    Dengan menggunakan Eco-enzyme, kita bisa menghemat banyak uang yang harus kita keluarkan untuk membeli berbagai produk kebersihan yang harus anda beli satu persatu. Eco-enzyme mampu menggantikan semua produk kebersihan yang anda beli.

Selama ini mungkin kita tidak menyadari dampak dari limbah rumah tangga terhadap lingkungan. Kita ambil contoh deterjen yang lazim digunakan sehari-hari baik untuk mencuci baju, peralatan masak dan makan, hingga membersihkan rumah. Limbah deterjen mengandung senyawa kimia seperti fosfat, Diethanolamine, alkil benzena sulfonat, alkil fenoksi yang sulit terurai secara organik oleh mikroorganisme yang ada dalam air bahkan dapat membunuh mereka. Jika bakteri pengurai mati, berbagai zat polutan yang masuk ke air tidak dapat diproses secara alami dan dapat meracuni biota air. Akibatnya, beragam biota akan keracunan hingga mati. Kandungan kimia deterjen juga berbahaya bagi kesehatan manusia. Jika terpapar akan mengakibatkan iritasi mata, kulit, paru-paru, alergi hingga kanker.

Membuat Eco-enzyme di Rumah

Bahan-bahan:

  • 5 liter air bersih
  • 1,5 kg sisa buah atau sayur (seperti kulit pepaya, jeruk, pisang, daun pepaya, dan lain-lain)
  • 0,5 kg gula merah/aren
  • Wadah plastik besar yang bisa ditutup dan kedap udara
  • Sendok kayu atau plastik

*Bahan-bahan bisa disesuaikan dengan keadaan dengan perbandingan 1 gula : 3 sisa buah/sayur : 10 air.

Langkah-langkahnya:

  1. Persiapkan semua bahan dan pastikan mereka dalam keadaan bersih.
  2. Potong-potong buahbuahan dan sayuran menjadi potongan kecil dan masukkan ke dalam wadah besar.
  3. Tambahkan gula merah ke dalam wadah.
  4. Tuangkan air bersih ke dalam wadah hingga semua bahan terendam. Aduk rata.
  5. Tutup wadah serapat mungkin.
  6. Simpan wadah di tempat yang hangat (suhu sekitar 25-30 derajat Celcius) dan terhindar dari sinar matahari langsung.
  7. Biarkan campuran fermentasi selama 3 bulan. Pada bulan pertama buka sedikit tutup wadah untuk melepaskan gas yang terbentuk karena proses fermentasi untuk menghindari wadah pecah.
  8. Setelah proses fermentasi selesai, eco-enzyme bisa dipanen dengan cara menyaring campuran dengan menggunakan kain kasa bersih atau saringan halus.
  9. Jika tidak bisa mengumpulkan cukup banyak sampah dapur, anda bisa menambahkan secara bertahap. Fermentasi 3 bulan mulai dihitung dari hari terakhir anda menambahkan bahan.
  10. Eco enzim siap digunakan sebagai pupuk cair, pembersih rumah, atau bahan tambahan untuk mengurangi bau tidak sedap.

Catatan:

  • Pastikan untuk menjaga kebersihan selama proses pembuatan eco enzim.
  • Gunakan wadah yang bisa ditutup rapat. Paling ideal jika bisa menggunakan wadah atau botol kaca. Namun usahakan terlebih dahulu menggunakan wadah yang sudah kita miliki.
  • Hindari penggunaan wadah logam atau plastik yang terbuat dari bahan berbahaya seperti PVC.
  • Setelah dipanen, simpan eco-enzyme di tempat yang sejuk dan gelap. Eco enzyme sensitif terhadap cahaya dan panas karena bisa mengurangi keefektifannya.
  • Ampas setelah dipanen dapat digunakan kembali pada produksi berikutnya, atau dikompos.
  • Jika akan digunakan, pastikan anda mengencerkannya dan sebaiknya cobakan pada area yang kecil terlebih dulu.
  • Eco-enzyme adalah produk alami dan bisa jadi memiliki efek yang tidak secepat pembersih kimia. Namun jika digunakan secara rutin dan konsisten, hasilnya akan efektif untuk menggantikan produk kimia.

Kesimpulan

Think Globally and Act Locally

Berpikir secara global dan bertindak secara lokal, merupakan ungkapan sederhana namun kaya makna yang sering digunakan dalam gerakan lingkungan. Ungkapan ini menunjukkan bahwa aktivitas pribadi dapat berdampak secara global, baik aktivitas yang merusak lingkungan atau yang memperbaiki lingkungan. Dengan membuat eco-enzyme di rumah (lokal) maka kita sudah berdampak secara global seperti mengurangi jumlah sampah yang dibuang, mengurangi potensi pencemaran bahanbahan kimia ke air dan tanah dan lain sebagainya. Sekarang, mana yang mau kita pilih? Terus beraktivitas tanpa memperdulikan dampak terhadap lingkungan atau bertobat dan mencoba untuk mempertimbangkan dampak lingkungan atas semua aktivitas keseharian kita? Menjadi polusi bagi lingkungan atau jadi solusi?

Kiranya Tuhan memampukan kita untuk terus “Jadi Solusi, Bukan Solusi”

Referensi:

Avatar photo
About Author

Masageng Satrio Subiakto